Irawan Rabi



Bambang Irawan

PRABU BALADEWA HENDAK MEMBATALKAN PERKAWINAN DEWI TITISARI DAN BAMBANG IRAWAN

Prabu Kresna Wasudewa di Kerajaan Dwarawati memimpin pertemuan yang dihadiri sang putra mahkota Raden Samba Wisnubrata dari Paranggaruda, Arya Setyaki dari Swalabumi, dan Patih Udawa dari Widarakandang. Dalam pertemuan itu mereka membahas tentang persiapan pernikahan putri Prabu Kresna yang lahir dari Dewi Rukmini, yaitu Dewi Titisari, yang telah dijodohkan dengan Bambang Irawan, putra Raden Arjuna dan Dewi Ulupi.

Tidak lama kemudian, datanglah Prabu Baladewa dari Kerajaan Mandura. Prabu Kresna menyambut kedatangan kakaknya itu dengan penuh penghormatan. Setelah saling bertanya kabar, Prabu Baladewa pun menyampaikan maksudnya, yaitu ingin melamar Dewi Titisari untuk dinikahkan dengan keponakannya di Kerajaan Hastina, yaitu Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana.

Prabu Kresna berkata bahwa Dewi Titisari sudah dijodohkan dengan Bambang Irawan dan tiga minggu lagi mereka akan dinikahkan. Bahkan, Prabu Baladewa sendiri menjadi saksi saat mereka berdua dijodohkan, yaitu ketika Bambang Irawan melepaskan penyamarannya sebagai Prabu Gambiranom tempo hari.

Prabu Baladewa menjawab benar dirinya memang menyaksikan perjodohan tersebut. Namun, kemudian ia menerima permohonan dari Prabu Duryudana yang ingin menjalin persaudaraan dengan Kerajaan Dwarawati. Beberapa waktu yang lalu niat baik Prabu Duryudana gagal karena Raden Lesmana Mandrakumara batal menikah dengan Dewi Sitisundari. Mengingat Prabu Kresna masih memiliki putri yang tidak kalah cantiknya bernama Dewi Titisari, maka Prabu Duryudana pun berniat melanjutkan rencana persaudaraan antara Kerajaan Hastina dan Dwarawati. Semoga kali ini Raden Lesmana Mandrakumara dan Dewi Titisari bisa terlaksana menikah, sehingga kedua negara bisa menjadi saudara.

Prabu Baladewa berusaha meyakinkan Prabu Kresna bahwa menikahkan Dewi Titisari dengan Raden Lesmana Mandrakumara jauh lebih menguntungkan daripada dengan Bambang Irawan. Mengapa demikian? Karena, Raden Lesmana Mandrakumara adalah putra mahkota yang kelak menggantikan ayahnya sebagai raja di Kerajaan Hastina, yaitu negara paling kaya di dunia saat ini. Sebaliknya, Bambang Irawan hanyalah pemuda desa biasa. Meskipun ayahnya adalah pangeran dari Keluarga Pandawa, namun Bambang Irawan bukan siapa-siapa. Pemuda ini lebih suka tinggal di Padepokan Yasarata daripada menjadi sentana Kerajaan Amarta. Apakah Prabu Kresna tidak sayang apabila Dewi Titisari hidup menderita di pegunungan?

Prabu Kresna berkata, dirinya sudah terikat perjanjian dengan Raden Arjuna sehingga tidak mungkin membatalkan perjodohan begitu saja. Prabu Baladewa tersinggung karena dirinya sebagai saudara tua merasa tidak dianggap. Soal perjodohan Dewi Titisari dan Bambang Irawan bisa dibatalkan secara sepihak. Apabila Raden Arjuna dan para Pandawa lainnya tidak terima, maka Prabu Baladewa sendiri yang akan menghadapi mereka. Prabu Kresna tidak perlu khawatir memikirkan itu.

Prabu Kresna termenung. Ia paham bagaimana watak kakaknya yang mudah marah, tetapi juga mudah luluh. Jika ia terus membantah, maka Prabu Baladewa akan semakin keras. Pada dasarnya, Prabu Kresna percaya bahwa jodoh manusia adalah takdir yang sudah ditentukan Yang Mahakuasa. Jika memang Dewi Titisari dan Bambang Irawan ditakdirkan berjodoh, maka tidak ada seorang pun yang bisa memisahkan mereka. Berpikir demikian, Prabu Kresna pun menyetujui permintaan Prabu Baladewa. Ia bersedia membatalkan perkawinan antara kedua muda-mudi tersebut. Dalam hati ia ingin menguji apakah benar mereka berdua berjodoh atau tidak.

Prabu Baladewa senang mendengar keputusan sang adik. Maka, ia pun mohon pamit berangkat menuju Kerajaan Hastina untuk menyampaikan hal ini kepada Prabu Duryudana di sana. Mengenai persiapan pernikahan Dewi Titisari tidak perlu diubah. Yang diubah hanyalah pengantin laki-lakinya saja.

Setelah Prabu Baladewa pergi, Prabu Kresna memerintahkan Raden Samba untuk memberi tahu Raden Arjuna tentang pembatalan sepihak rencana perkawinan Bambang Irawan dan Dewi Titisari. Raden Samba merasa sayang jika adiknya harus menikah dengan Raden Lesmana Mandrakumara yang bodoh dan manja itu. Bambang Irawan jauh lebih tampan, lebih sakti, dan lebih berwibawa daripada saingannya. Prabu Kresna melarang putranya itu membantah. Soal perjodohan Dewi Titisari, dirinya lebih paham daripada siapa pun.

Raden Samba akhirnya bersedia melaksanakan perintah. Setelah dirasa cukup, Prabu Kresna pun membubarkan pertemuan. Arya Setyaki dan Patih Udawa diperintahkan untuk menjaga keamanan negara dari kemungkinan adanya pihak-pihak yang ingin mengacau ketentraman. 

Prabu Kresna.

PRABU BARANJANA JATUH CINTA KEPADA DEWI TITISARI

Tersebutlah seorang raja raksasa dari Kerajaan Jongbiraji yang bernama Prabu Baranjana. Pada suatu malam ia mimpi bertemu seorang putri yang sangat cantik dan baru tumbuh dewasa, bernama Dewi Titisari. Ia pun jatuh cinta kepada putri tersebut dan ingin menjadikannya sebagai istri. Begitu terbangun, Prabu Baranjana segera meminta keterangan kepada panakawan Kyai Togog dan Bilung Sarahita.

Kyai Togog yang berwawasan luas bercerita bahwa gadis yang bernama Dewi Titisari itu adalah putri Prabu Kresna raja Dwarawati. Konon kabarnya, gadis tersebut hendak dinikahkan dengan Bambang Irawan putra Raden Arjuna. Oleh sebab itu, Kyai Togog menyarankan agar Prabu Baranjana mencari calon istri yang lain saja.

Bilung menambahkan, sebaiknya Prabu Baranjana jangan mencari masalah dengan keluarga Pandawa. Bambang Irawan adalah putra Raden Arjuna, sedangkan Raden Arjuna adalah murid terbaik Danghyang Druna dari Padepokan Sokalima. Kakak Raden Arjuna yang bernama Arya Wrekodara juga kesatria perkasa yang tiada tandingan di dunia ini, dan konon memiliki kekuatan setara tujuh puluh gajah. Mencari masalah dengan keluarga Pandawa sama artinya dengan mencari mati.

Prabu Baranjana kecewa mendengarnya. Ia lalu meminta pendapat Nyai Layarmega, yaitu raksasi yang mengasuh dirinya sejak kecil. Nyai Layarmega menjawab selama janur kuning belum melengkung, Dewi Titisari bebas menjadi istri siapa saja. Prabu Baranjana tidak perlu khawatir, dirinya siap membantu sekuat tenaga. Patih Kalamingkalpa ikut mendukung pendapat Nyai Layarmega. Ia siap menggempur Kerajaan Dwarawati apabila Prabu Kresna tidak bersedia menyerahkan Dewi Titisari.

Prabu Baranjana gembira mendapat dukungan dari Nyai Layarmega dan Patih Minangkalpa. Karena tekadnya sudah bulat, Prabu Baranjana pun memerintahkan Patih Kalamingkalpa membawa pasukan raksasa Jongbiraji untuk menyerang Kerajaan Dwarawati dan merebut Dewi Titisari.

Prabu Baranjana.

PERTEMPURAN PASUKAN JONGBIRAJI MELAWAN PASUKAN DWARAWATI

Patih Kalamingkalpa dan pasukannya telah berangkat menuju Kerajaan Dwarawati. Sesampainya di sana mereka bertemu Arya Setyaki dan Patih Udawa yang sedang meronda di perbatasan. Patih Kalamingkalpa bersikap kasar meminta Dewi Titisari untuk diboyong sebagai calon istri Prabu Baranjana. Jika permintaan ini ditolak, maka Kerajaan Dwarawati akan dihancurkan.

Arya Setyaki yang mudah marah segera menjawab tantangan tersebut. Silakan jika Patih Kalamingkalpa ingin menghancurkan Kerajaan Dwarawati, namun terlebih dulu harus mengalahkan dirinya. Maka, meletuslah pertempuran antara kedua pihak.

Setelah bertempur agak lama, Patih Kalamingkalpa dan pasukannya merasa terdesak menghadapi kekuatan pihak Dwarawati. Mereka pun memutuskan untuk mundur kembali ke Jongbiraji.

Arya Setyaki.

BAMBANG IRAWAN MEMINTA RESTU KAKEKNYA

Sementara itu, sang calon pengantin Bambang Irawan bersama para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong sedang berkunjung ke Padepokan Yasarata. Dalam kunjungannya itu, Bambang Irawan bermaksud menjemput sang kakek, yaitu Resi Jayawilapa untuk menghadiri pernikahannya dengan Dewi Titisari di Kerajaan Dwarawati. Adapun ibunya, yaitu Dewi Ulupi sudah lama tinggal di Kesatrian Madukara.

Resi Jayawilapa menjawab ia tidak dapat ikut pergi ke Madukara karena usianya sudah tua dan juga kesehatannya kurang baik. Maka, yang bisa ia berikan kepada Bambang Irawan hanyalah doa restu, semoga pernikahan cucunya itu bisa terlaksana dengan baik, juga kelak rumah tangganya dengan Dewi Titisari bisa berjalan tenteram, lancar, dan juga mendapat keturunan yang sempurna. Resi Jayawilapa lalu memberikan nasihat-nasihat dalam menjalani rumah tangga, bagaimana yang seharusnya dilakukan Bambang Irawan sebagai kepala keluarga, apa saja tanggung jawabnya sebagai suami dan juga sebagai ayah.

Bambang Irawan menerima nasihat dari sang kakek dengan khidmat. Resi Jayawilapa lalu bertanya di mana Raden Antareja saat ini berada, bukankah dulu selalu bersama Bambang Irawan? Bambang Irawan pun menjawab bahwa kakak angkatnya tersebut telah diterima menjadi punggawa Kerajaan Amarta. Resi Jayawilapa bertanya apakah Bambang Irawan juga ingin menjadi punggawa seperti Raden Antareja. Bambang Irawan menjawab, setelah menikah nanti ia ingin tinggal di desa saja, membangun daerah kelahiran. Jika semua orang berkumpul di kota, lantas siapa yang akan membangun desa? Untuk itu, Bambang Irawan tidak ingin tinggal di ibu kota Indraprasta. Namun demikian, apabila negara membutuhkan tenaganya, maka ia siap berangkat kapan saja.

Resi Jayawilapa bangga mendengar rencana cucunya itu. Ia pun menitipkan Bambang Irawan kepada Kyai Semar agar diasuh dengan sebaik-baiknya. Kyai Semar menyanggupi dengan senang hati. Setelah dirasa cukup, Bambang Irawan pun mohon pamit kembali ke Kesatrian Madukara.

Dalam perjalanan pulang, Bambang Irawan berjumpa punggawa Kerajaan Jongbiraji yang bernama Ditya Pradaksa. Punggawa ini terpisah dari induk pasukan Patih Kalamingkalpa. Begitu tahu kalau pemuda yang ia temui bernama Bambang Irawan, Ditya Pradaksa merasa ada kesempatan untuk berbuat jasa kepada rajanya. Maka, ia pun berniat membunuh Bambang Irawan dan menyerahkan kepalanya kepada Prabu Baranjana. Akan tetapi, Bambang Irawan bukan pemuda sembarangan. Dalam pertarungan itu justru ia yang berhasil menewaskan Ditya Pradaksa.

Resi Jayawilapa.

RADEN ARJUNA MENERIMA KABAR DARI RADEN SAMBA

Di Kesatrian Madukara, Raden Arjuna sedang duduk bersama para istri, yaitu Dewi Sumbadra, Dewi Srikandi, Dewi Ulupi, membahas rencana persiapan perkawinan Bambang Irawan dengan Dewi Titisari. Tiba-tiba datanglah Raden Samba dari Kerajaan Dwarawati. Setelah menyampaikan sembah hormat, Raden Samba menyampaikan pesan dari ayahnya, bahwa perjodohan antara Bambang Irawan dengan Dewi Titisari dibatalkan secara sepihak, karena pengantin wanita akan dinikahkan dengan Raden Lesmana Mandrakumara putra Kerajaan Hastina.

Raden Arjuna dan para istri terkejut, terutama Dewi Ulupi yang langsung jatuh pingsan dan digotong Dewi Sumbadra masuk ke dalam. Dewi Srikandi ikut bingung dan menggerutu tidak jelas. Namun, Raden Arjuna hanya tersenyum dan mempersilakan Raden Samba pulang. Raden Samba ketakutan melihat wajah Raden Arjuna yang tetap berwibawa meskipun menerima kabar tidak baik. Ia pun buru-buru menyembah dan bergegas pergi meninggalkan Kesatrian Madukara.

Raden Arjuna lalu meminta Dewi Srikandi memanggil Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari yang sudah beberapa hari ini berada di Madukara. Dewi Srikandi mematuhi dan segera pergi. Tidak lama kemudian, ia kembali lagi bersama pasangan tersebut. Raden Arjuna bertanya apa yang sedang mereka lakukan. Raden Abimanyu menjawab dirinya dan Dewi Sitisundari sedang tidur siang, tiba-tiba dipanggil Dewi Srikandi agar menghadap. Raden Arjuna menyindir memang enak jadi anak muda; orang tua yang bekerja keras, anak yang menikmati hasilnya. Usai berkata demikian, ia lalu menyatakan bahwa mulai saat ini Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari harus bercerai. Dewi Sitisundari harus pulang ke Kerajaan Dwarawati hari ini juga.

Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari terkejut luar biasa, lebih-lebih Dewi Srikandi yang ikut berteriak-teriak karena heran atas keputusan suaminya tersebut. Namun, Raden Arjuna tidak peduli. Jika Prabu Kresna bisa memutuskan secara sepihak, maka dirinya pun bisa memutuskan secara sepihak. Mendengar itu, Dewi Sitisundari segera pamit pergi sambil berlinang air mata. Raden Abimanyu ingin mencegah istrinya, tetapi ia juga takut kepada sang ayah. Karena tidak tahu harus berbuat apa, Raden Abimanyu menjadi hilang kesadaran dan jatuh pingsan, kemudian dipapah Dewi Srikandi masuk ke dalam.

Raden Samba.

RADEN ARJUNA MEMERINTAHKAN BAMBANG IRAWAN KE DWARAWATI

Tidak lama kemudian, Raden Arjuna menerima kedatangan Bambang Irawan bersama para panakawan. Bambang Irawan menyampaikan berita bahwa Resi Jayawilapa tidak dapat hadir dalam pernikahannya, hanya dapat memberikan doa restu dari jauh saja. Raden Arjuna menjawab, pernikahan telah dibatalkan secara sepihak oleh Prabu Kresna. Maka, ia pun membalas dengan cara menceraikan Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari secara sepihak pula.

Bambang Irawan terkejut dan sedih karena batal menikah. Raden Arjuna lalu berkata agar Bambang Irawan menyusul Dewi Sitisundari untuk mengantarkannya pulang ke Kerajaan Dwarawati. Ia juga mengucapkan pesan agar disampaikan kepada Dewi Sitisundari, bahwa dirinya memiliki keris baru dari besi istimewa yang belum memiliki warangka. Keris ini hanya cocok apabila disarungkan ke dalam warangka yang terbuat dari kayu cendanasari encok kembang kendit putih, yang hanya dimiliki oleh Prabu Kresna. Yang kedua, Bambang Irawan harus mematuhi semua perintah Dewi Sitisundari sesampainya di Dwarawati nanti. Bambang Irawan menerima perintah tersebut, lalu ia mohon pamit berangkat bersama para panakawan.

Setelah melangkah agak cepat, Bambang Irawan berhasil menyusul Dewi Sitisundari yang berjalan sendiri sambil menangis. Bambang Irawan menyampaikan semua pesan Raden Arjuna kepada kakak iparnya tersebut dari awal hingga akhir. Mendengar itu, seketika Dewi Sitisundari berhenti menangis dan berubah menjadi tersenyum. Kini ia paham bahwa dirinya sengaja diusir pulang ke Dwarawati adalah untuk menjadi dalang pernikahan Bambang Irawan dan Dewi Titisari.

Dewi Sitisundari kembali bersemangat. Ia pun mengatur siasat, bahwa nanti Bambang Irawan dan para panakawan hendaknya langsung menyusup masuk ke dalam Taman Banoncinawi, tidak perlu lewat istana depan. Bambang Irawan mematuhi perintah sang kakak ipar, sesuai dengan apa yang dipesankan ayahnya tadi.

Raden Arjuna.

DEWI SITISUNDARI MENGHADAP PRABU KRESNA

Dewi Sitisundari dan Bambang Irawan telah sampai di istana Dwarawati, kemudian mereka berpencar. Dewi Sitisundari masuk melalui pintu depan istana, sedangkan Bambang Irawan dan para panakawan menyusup melalui pintu belakang. Dewi Sitisundari menghadap Prabu Kresna dan berkata bahwa dirinya telah dipaksa bercerai dengan Raden Abimanyu dan diusir pulang ke Dwarawati oleh Raden Arjuna. Dewi Sitisundari juga bercerita bahwa Raden Arjuna mempunyai besi bagus yang kini sudah ditempa menjadi keris, dan untuk warangkanya ia meminta kepada Prabu Kresna agar memberikan kayu cendanasari encok kembang kendit putih. Prabu Kresna tersenyum mendengar pesan tersebut dan mempersilakan Dewi Sitisundari masuk untuk beristirahat.

Tidak lama kemudian Prabu Baladewa datang bersama rombongan dari Kerajaan Hastina, antara lain Prabu Duryudana, Patih Sangkuni, serta Raden Lesmana Mandrakumara yang sudah mengenakan busana pengantin lengkap. Prabu Kresna menyambut kedatangan mereka dan mempersilakan untuk beristirahat terlebih dulu di wisma tamu. Mengenai pernikahan antara Raden Lesmana dengan Dewi Titisari akan dibahas nanti. Para tamu itu pun senang dan bergegas menuju wisma tamu, kecuali Raden Lesmana yang penasaran ingin melihat seperti apa wajah calon istrinya.

Dewi Sitisundari.

DEWI SITISUNDARI MENGATUR PERTEMUAN BAMBANG IRAWAN DAN DEWI TITISARI

Sementara itu, Dewi Sitisundari telah berada di Taman Banoncinawi menemui Dewi Titisari. Keduanya lalu berbincang-bincang mengenai rencana pernikahan besok. Dewi Titisari mengaku kecewa karena perjodohannya dengan Bambang Irawan dibatalkan, dan diganti dengan Raden Lesmana Mandrakumara. Dewi Sitisundari bertanya apakah adiknya itu pernah bertemu Bambang Irawan dan Raden Lesmana sehingga bisa membandingkan mereka segala?

Dewi Titisari menjawab dirinya belum pernah bertemu mereka berdua, tetapi hati nuraninya yakin, bahwa Bambang Irawan adalah jodoh terbaiknya, bukan Raden Lemana Mandrakumara. Dewi Titisari telah jatuh cinta kepada sepupunya itu padahal belum pernah bertemu sama sekali. Dewi Sitisundari berkata apabila Bambang Irawan ternyata ada di sini lantas bagaimana. Dewi Titisari menjawab tidak mungkin. Dewi Sitisundari pun memanggil Bambang Irawan agar keluar dari persembunyian.

Melihat sang kekasih muncul, Dewi Titisari terkejut bercampur malu. Sebaliknya, Bambang Irawan juga merasa gugup, padahal biasanya ia sangat pandai merayu perempuan, mewarisi sifat ayahnya. Karena semakin malu, Dewi Titisari pun lari meninggalkan tempat itu. Dewi Sitisundari lalu menyuruh Bambang Irawan agar mengejar.

Setelah keduanya pergi, Dewi Sitisundari memanggil panakawan Petruk agar menyamar sebagai hantu dan menakut-nakuti Dewi Titisari. Petruk pun mengambil lumpur dan mendandani wajahnya agar terlihat seram. Ia kemudian pergi menghadang Dewi Titisari. Melihat wujud Petruk, Dewi Titisari menjerit ketakutan. Tanpa sadar, ia pun berbalik dan memeluk Bambang Irawan. Keduanya lalu sama-sama tersenyum dan saling terpesona. Bambang Irawan lalu menggendong Dewi Titisari dan membawanya duduk berdua di dalam bangsal.

Petruk.

RADEN ANTAREJA DAN RADEN GATUTKACA MELARIKAN KEDUA MEMPELAI

Tidak lama kemudian, tiba-tiba muncul Raden Antareja dari dalam tanah yang kemudian disusul Raden Gatutkaca. Dewi Sitisundari terkejut melihat mereka berdua dan bertanya mengapa datang kemari. Raden Gatutkaca menjawab, mereka berdua diutus Prabu Puntadewa untuk menjemput Bambang Irawan. Rupanya berita perceraian Dewi Sitisundari dan Raden Abimanyu telah terdengar oleh Prabu Puntadewa, dan ia mengkhawatirkan keselamatan Bambang Irawan yang memasuki Kerajaan Dwarawati.

Dewi Sitisundari berkata Bambang Irawan dalam keadaan baik-baik saja, silakan jika hendak dijemput pulang. Bambang Irawan dan Dewi Titisari datang karena mendengar percakapan tersebut. Bambang Irawan lalu menjawab, dirinya bersedia dibawa pulang ke Kerajaan Amarta apabila bersama-sama dengan Dewi Titisari. Dewi Titisari juga menjawab demikian, bahwa ia tidak ingin berpisah dengan Bambang Irawan. Karena keduanya sudah seiya-sekata, Dewi Sitisundari pun mempersilakan apabila Dewi Titisari ikut bersama Bambang Irawan.

Tiba-tiba Raden Gatutkaca mencium bau raksasa datang mendekat. Ia pun mempersilakan Raden Antareja agar pergi dulu bersama Bambang Irawan, Dewi Titisari, dan para panakawan. Mereka lalu pergi memasuki terowongan bawah tanah yang sudah ditembus Raden Antareja, sedangkan Dewi Sitisundari kembali ke istana depan.

Raden Gatutkaca.

RADEN GATUTKACA MENGHADAPI PATIH KALAMINGKALPA

Raksasa yang datang ke Taman Banoncinawi adalah Patih Kalamingkalpa bersama Emban Layarmega. Ketika pasukannya dihancurkan Arya Setyaki dan Patih Udawa, Patih Kalamingkalpa berniat pulang ke Kerajaan Jongbiraji. Di tengah jalan ia bertemu Emban Layarmega yang ditugasi Prabu Baranjana untuk menculik Dewi Titisari. Keduanya lalu bersama-sama menyusup masuk ke dalam istana Dwarawati.

Sesampainya di Taman Banoncinawi, keduanya pun dihadang Raden Gatutkaca. Mereka bertanya di mana Dewi Titisari berada. Raden Gatutkaca menjawab, Dewi Titisari akan menikah dengan adiknya di Kerajaan Amarta. Patih Kalamingkalpa marah dan hendak menyerang Raden Gatutkaca. Namun, Raden Gatutkaca lebih cepat. Kedua tangannya menarik kepala Patih Kalamingkalpa hingga lepas dari badan. Emban Layarmega ngeri ketakutan dan segera melarikan diri.

Tidak lama kemudian, Raden Lesmana Mandrakumara datang dengan tujuan menggoda Dewi Titisari. Raden Gatutkaca segera melemparkan kepala Patih Kalamingkalpa ke arahnya, lalu ia terbang meninggalkan tempat itu. Raden Lesmana yang tiba-tiba kejatuhan kepala raksasa menjerit ketakutan dan berlari mengadu kepada ayahnya. Prabu Duryudana dan Patih Sangkuni segera pergi ke Taman Banoncinawi, namun sudah tidak ada apa-apa di sana. Mereka lalu bertanya kepada Prabu Kresna dan Prabu Baladewa.

Prabu Kresna dan Prabu Baladewa muncul memeriksa keadaan. Mereka lalu memanggil Dewi Sitisundari dan bertanya di mana Dewi Titisari berada. Dewi Sitisundari pun berkata bahwa adiknya hilang diculik dua raksasa, namun yang satu sudah mati dibunuh juru taman.

Patih Sangkuni memeriksa mayat raksasa yang terpenggal itu. Ia meragukan juru taman Kerajaan Dwarawati mana mungkin bisa membunuh raksasa hingga seperti ini. Dilihat dari kondisi mayat yang terpenggal secara tidak rata, sepertinya kepala si raksasa ditarik secara paksa hingga putus lehernya. Juru taman menarik leher angsa hingga putus juga belum tentu bisa, apalagi leher raksasa. Yang mempunyai kebiasaan membunuh lawan seperti ini jelas hanya Raden Gatutkaca seorang. Dengan kata lain, orang yang menculik Dewi Titisari adalah Raden Gatutkaca.

Prabu Duryudana marah merasa dipermainkan. Ia menyebut penjagaan di Kerajaan Dwarawati sangat longgar sehingga penculik bisa keluar masuk seenaknya. Prabu Baladewa tidak terima adiknya disindir seperti itu. Ia pun mohon pamit berangkat mengejar ke Kerajaan Amarta untuk merebut kembali Dewi Titisari. Prabu Duryudana, Patih Sangkuni, Raden Lesmana, dan para Kurawa ikut mengejar.

Prabu Kresna lalu bertanya pada Dewi Sitisundari apa yang telah terjadi di Taman Banoncinawi. Dewi Sitisundari berkata bahwa sang ayah pasti sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Prabu Kresna tersenyum lalu mengajak Dewi Sitisundari pergi menyusul Prabu Baladewa dan orang-orang Hastina.

Raden Lesmana Mandrakumara.

PRABU BALADEWA MENGAMUK DI KERAJAAN AMARTA

Raden Antareja dan Raden Gatutkaca telah sampai di Kerajaan Amarta bersama Dewi Titisari dan Bambang Irawan. Arya Wrekodara menyambut mereka dan menyuruh kedua pengantin bersembunyi di dalam istana. Raden Antareja dan Raden Gatutkaca kemudian disuruh berbohong apabila pihak Dwarawati datang mengejar. Mereka tidak boleh mengaku telah menculik Dewi Titisari.

Tidak lama kemudian, Prabu Baladewa datang sambil marah-marah menyebut Raden Gatutkaca telah menculik Dewi Titisari. Arya Wrekodara bertanya apa benar demikian. Raden Gatutkaca menggeleng. Ia lalu bertanya kepada Raden Antareja apa benar putra sulungnya itu yang menculik Dewi Titisari. Raden Antareja juga menggeleng. Arya Wrekodara lalu menyuruh kedua anaknya itu masuk dan ia berkata kepada Prabu Baladewa bahwa mereka tidak menculik.

Prabu Baladewa semakin marah karena merasa dipermainkan. Mana ada maling yang mengaku hanya dengan pertanyaan sederhana seperti itu? Ia lalu mengangkat senjata Alugora untuk memaksa kedua pemuda tadi agar mengakui perbuatan mereka. Arya Wrekodara mengangkat Gada Rujakpolo untuk menandingi. Mereka lalu bertarung. Gada Rujakpolo dan Senjata Alugora sama-sama terlempar saat berbenturan. Arya Wrekodara lalu menangkap tubuh Prabu Baladewa dan melemparkannya ke udara, lalu ditangkap, kemudian dilemparkan lagi, dan ditangkap, begitu seterusnya.

Prabu Baladewa.

PRABU KRESNA MERESTUI BAMBANG IRAWAN DAN DEWI TITISARI

Prabu Kresna datang membawa Senjata Cakra untuk mengancam Arya Wrekodara agar melepaskan Prabu Baladewa. Sungguh tidak sopan mempermainkan saudara tua seperti itu. Arya Wrekodara menurunkan Prabu Baladewa di tanah, lalu mundur meninggalkan Prabu Kresna.

Prabu Kresna berteriak menantang para Pandawa, namun tidak seorang pun yang maju. Raden Abimanyu tiba-tiba datang dan berlutut di hadapannya. Ia berkata lebih baik mati daripada melihat orang tuanya saling bertarung satu sama lain. Pada dasarnya Prabu Kresna sangat menyayangi Raden Abimanyu sehingga ia pun luluh melihat sikap menantunya itu. Senjata Cakra pun dimasukkan kembali.

Begitu Senjata Cakra dimasukkan, Raden Arjuna segera muncul menyapa Prabu Kresna. Ia berkata tidak sepantasnya mereka saling bertarung sesama saudara. Ada masalah sebaiknya dibicarakan bersama. Prabu Kresna berkata justru yang membuat masalah adalah Raden Arjuna karena telah menceraikan Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari secara sepihak. Raden Arjuna berkata sebaiknya Dewi Sitisundari dipanggil saja untuk dimintai keterangan.

Prabu Kresna lalu memanggil Dewi Sitisundari yang menunggu di kereta. Dewi Sitisundari pun datang menghadap. Prabu Kresna lalu bertanya apa benar ia telah dipaksa untuk bercerai dan disuruh pulang ke Dwarawati. Dewi Sitisundari menjawab tidak benar. Raden Arjuna tidak memaksanya bercerai, dan ia pulang ke Dwarawati juga atas kehendaknya sendiri.

Prabu Kresna tertawa mendengarnya. Selama ini ia sering mengakali orang, namun hari ini justru diakali oleh anaknya sendiri. Ia pun memuji Raden Arjuna yang berhasil menyusun siasat untuk mempersatukan Bambang Irawan dengan Dewi Titisari. Sekarang ia ingin merestui kedua mempelai tersebut.

Tidak lama kemudian, Bambang Irawan dan Dewi Titisari muncul dari dalam istana dengan diantarkan Prabu Puntadewa. Kedua pengantin itu lalu berlutut menyembah Prabu Kresna. Prabu Kresna terharu dan merestui mereka berdua.

Prabu Baladewa datang sambil marah-marah dan berkata ia tidak setuju apabila Dewi Titisari menjadi istri pemuda kampung seperti Bambang Irawan. Justru lebih baik apabila keponakannya itu menjadi istri Raden Lesmana Mandrakumara yang calon raja Hastina. Dewi Titisari menyembah dan berkata ia sudah jatuh cinta kepada Bambang Irawan dan rela hidup di mana saja. Jika Bambang Irawan memutuskan tinggal di desa, maka ia pun dengan senang hati akan ikut mendampingi. Prabu Baladewa berkata, kampung itu sepi dan lebih baik tinggal di ibu kota Hastina yang ramai dan semuanya serbaada. Dewi Titisari menjawab, jika semua orang tinggal di kota, lantas siapa yang akan membangun desa? Segala bahan makanan yang ada di kota juga berasal dari desa. Tidak sepantasnya orang kota memandang remeh orang desa. Jika orang desa berhenti bekerja, lantas orang kota mau makan apa?

Prabu Baladewa termenung mendengar jawaban keponakannya. Dari marah, ia berubah menjadi gembira. Begitulah watak raja Mandura tersebut yang mudah marah sekaligus mudah luluh. Maka, ia pun merestui Bambang Irawan dan Dewi Titisari menjadi suami istri. Ia juga berharap, semoga mereka berdua bisa menjadi teladan bagi para pemuda agar membangun desa kelahiran, tidak melulu berbondong-bondong memenuhi kota. 

Raden Abimanyu.

PRABU BARANJANA MENYERANG KERAJAAN AMARTA

Sementara itu, Prabu Baranjana meninggalkan istana Jongbiraji karena tidak sabar menunggu Emban Layarmega dan Patih Kalamingkalpa. Di tengah jalan ia bertemu Emban Layarmega yang melaporkan bahwa Patih Kalamingkalpa telah tewas dibunuh Raden Gatutkaca, utusan Kerajaan Amarta, sedangkan dirinya berhasil kabur melarikan diri. Menurut kabar, Dewi Titisari juga telah diculik Raden Gatutkaca dan dibawa menuju Kerajaan Amarta. Prabu Baranjana sangat marah mendengarnya. Ia pun berangkat menyerang negeri tersebut.

Sesampainya di ibu kota Indraprasta, Prabu Baranjana segera mengamuk membuat keributan. Raden Antareja berkata kepada Raden Gatutkaca yang tadi telah membunuh Patih Kalamingkalpa, bahwa raja raksasa yang ini adalah bagiannya. Usai berkata demikian, Raden Antareja segera maju menghadapi Prabu Baranjana. Keduanya bertarung sengit. Tidak sampai lama, Prabu Baranjana akhirnya tewas terkena semburan bisa dari mulut Raden Antareja.

Sementara itu, Emban Layarmega juga tewas terkena panah Dewi Srikandi. Para Pandawa pun bergembira. Prabu Puntadewa mengundang para Kurawa agar ikut menghadiri pernikahan Bambang Irawan dan Dewi Titisari. Prabu Duryudana marah-marah, menolak undangan tersebut. Lagi-lagi ia mendapat malu dan segera pulang kembali ke Kerajaan Hastina bersama Raden Lesmana Mandrakumara yang menangis dan merengek-rengek. Patih Sangkuni memerintahkan Arya Dursasana dan adik-adiknya untuk membuat keributan. Namun, mereka semua dapat diusir oleh Arya Wrekodara.

Raden Antareja.

------------------------------ TANCEB KAYON------------------------------

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih jika anda mau untuk meninggalkan jejak anda dengan berkomentar di blog ini.